Direkur Fahmina, Rosidin mengatakan, diselenggarakannya halaqah sebelum digelar pembukaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II bertujuan untuk menangkap proses yang menjadi kelemahan dalam advokasi yang dilakukan ulama perempuan.
”Merefleksi 5 tahun ke belakang paska pelaksanaan KUPI I di Cirebon, KUPI berhasil mendorong disahkannya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan peningkatan usia perkawinan anak,” kata Rosidin, saat konferensi pers di PP Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri, Jepara, Kamis 24 November 2022.
Dalam halaqah KUPI II ini, Rosidin mengungkapkan bahwa KUPI mengundang narasumber dari BPIP, MPR dan Kemenaker.
Pihaknya juga ingin merefleksikan advokasi Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang sudah sejak 2004, namun hingga saat ini belum sah menjadi UU.
“Lama proses pelaksanaan tersebut, maka para ulama perempuan perlu merefleksi sejumlah titik lemah dalam advokasi RUU PPRT,” jelasnya.
Selain itu, hal lainnya yang ulama perempuan bahas dalam halaqah adalah masalah kebangsaan yang mulai serius.
Problem kebangsaan, saat ini, kata Rosidin, menjadi isu serius yang menjadi tantangan Indonesia.
“Isu kebangsaan menjadi isu yang ulama perempuan bahas dalam KUPI II,” paparnya.
Terkait kebangsaan, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menjadi mitra strategis untuk isu kebangsaan dan ekstremisme. Sehingga KUPI mampu mendorong komunitas di Ulama Perempuan.
”Saat ini, KUPI memiliki sejumlah ulama perempuan di akar rumput hingga majelis taklim,” tegasnya.
Cegah Ekstremisme
Sementara itu, pimpinan redaksi Mubadalah.id, Zahra Amin mengungkapkan bahwa Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II mempunyai strategi struktural salah satunya melalui rencana aksi pencegahan ekstremisme.
“Kami membicarakan peran perempuan dalam pencegahan ekstremisme. Bahwa perempuan tidak hanya selalu menjadi korban atau pelaku, tapi juga menjadi agen pencegahan,” kata Zahra, saat konferensi pers di PP Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri, Jepara, Kamis 24 November 2022.
Zahra meminta agar seluruh ulama perempuan yang ada di akar rumput untuk berkolaborasi. Serta saling menguatkan dalam meminimalisir tindakan ekstremisme yang ada di tengah masyarakat.
“Hal ini perlu ada kolaborasi dari semua pihak,” jelasnya.
Sumber: Mubadalah.id