Isu Kekerasan Seksual (KS) dan lingkungan dua dari beberapa yang bakal menjadi isu utama dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II tahun 2022.
Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II akan diselenggarakan pada 22-26 November 2022 diadakan di Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang.
Tema yang dipilih pada kongres kali ini yakni “Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan”.
Ketua OC KUPI II, Ruhah Masruchah, mengatakan KUPI ingin merefleksikan ulama perempuan dalam instrumen gerakan keadilan sesuai dengan pandangan keagamaan.
“Pilihan tema ini menjadi refleksi ulama perempuan karena lima tahun lalu sudah melakukan kongres yang sudah dibahas, dan sesuai dengan pandangan konteks keagamaan,” kata Masruchah dalam webinar, Senin (21/11/2022).
Masruchah mengatakan dalam Kongres KUPI I, pihaknya mengeluarkan tiga fatwa, termasuk soal larangan tindakan kekerasan seksual. Fatwa ini secara khusus menjadi bahan kajian DPR RI dalam menyusun dan merancang Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Masruchah mengatakan fatwa KUPI menjadi bahan pertimbangan DPR RI dalam menyusun sebuah peraturan. Hal ini, kata dia, bisa membawa pengaruh baik, karena undang-undang memiliki pandangan perempuan.
“Secara khusus tadi malam saya bertanya ke parlemen sejauh mana pandangan KUPI dijadikan pertimbangan oleh Baleg? Rupanya pandangan KUPI menjadi pandangan, khusus dalam beberapa kajian mereka seperti UU TPKS, dan usia pendewasaan perkawinan,” ujar dia.
Lima Tema
Sebagai informasi, ada lima tema musyawarah keagamaan KUPI II pada 25 November 2022. Isu pertama yakni peminggiran perempuan dalam menjaga NKRI dari bahaya kekerasan atas nama agama. Kemudian pengelolaan sampah untuk keberlanjutan lingkungan hidup dan keselamatan perempuan.
KUPI juga masih menyoroti isu perempuan dari bahaya pemaksaan pernikahan, perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan, dan perlindungan perempuan dari bahaya sunat genitalia perempuan tanpa alasan medis.
Masruchah berharapa fatwa yang akan dikeluarkan KUPI dalam kongres kedua ini bisa menjadi bahan kajian DPR RI, dalam menyusun dan merancang undang-undang yang berkeadilan serta ramah terhadap perempuan.
“Penting KUPI mengeluarkan ini, karena ini menjadi referensi untuk penyusunan undang-undang, dan melihat lima tahun lalu pandangan KUPI ternyata menjadi bahan pertimbangan pembuatan teknis aturan perundang-undangan,” tuturnya.
Sumber: law-justice.co