Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT mengiringi terbitnya buku saku tentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU Pungkas/RUU-PKS) ini, hasil kerjasama Alimat-Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah untuk Rasulullah saw, manusia agung yang diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia dan menjadi rahmat bagi alam semesta.
Kekerasan seksual telah menjadi salah satu tema yang dibahas dalam Musyawarah Keagamaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada tahun 2017 bersama tema perkawinan anak dan pengrusakan alam. Larangan agama yang jelas, fakta, dan data yang mengerikan tentang kekerasan seksual di Indonesia, nyata dan dahsyatnya dampak fisik, psikis, sosial, moral, ekonomi dan lainnya yang dialami para korban, namun pada saat yang sama perangkat hukum yang spesifik dan komprehensif sampai saat ini masih belum ada, telah menjadi alasan kuat bagi KUPI untuk menyatakan dengan tegas dan jelas bahwa segala bentuk kekerasan seksual adalah haram, baik yang terjadi di luar perkawinan maupun di dalam perkawinan, dan bahwa untuk menghapuskannya diperlukan Undang-Undang (UU) khusus yang berperspektif korban.
Keberadaan UU khusus tentang penghapusan kekerasan seksual ini dipahami KUPI sebagai cara efektif melindungi manusia dari kekerasan seksual yang merendahkan martabat kemanusiaan dan sekaligus menjadi cara yang tepat untuk mewujudkan maqashidus syariah (tujuan syariat), khususnya menjaga kehormatan, keturunan, dan jiwa (hifdz al ‘irdh, an-nasl wa an-nafs). Hubungan seksual dalam perkawinan yang terbebas dari kekerasan seksual juga menjadi pra syarat penting terwujudnya keluarga sakinah dan maslahah. Mawaddah wa rahmah sebagai pilar utama terwujudnya keluarga sakinah, tidak akan terwujud manakala perkawinan diwarnai kekerasan seksual.
Keberadaan UU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual yang tidak hanya bicara pemidanaan, melainkan juga hukum acara, pencegahan, perlindungan dan pemulihan korban, juga sangat diperlukan oleh negara untuk memberikan perlindungan kepada warga negaranya dan sekaligus menjadi instrumen penting penegakan kemanusiaan yang adil dan beradab, sesuai kaedah fiqhiyah “tasharruf al imam ala ar ra’iyyah manuthun bi al mashlahah” (tindakan pemimpin untuk rakyatnya harus berorientasi pada kemaslahatan).
Sebagai bagian dari kekuatan kultural keagamaan di Indonesia, secara resmi KUPI telah menyampaikan pandangannya di DPR pada 3 Oktober 2018. Namun, dinamika pembahasan yang alot dan banyaknya persoalan yang berkai tan atau dikaitkan dengan agama, baik yang terjadi di internal DPR sendiri maupun yang terjadi di masyarakat luas, telah memanggil Alimat-KUPI untuk menuliskan pandangan-pandangan keagamaannya tentang kekerasan seksual, perlu– nya RUU Pungkas, serta hal-hal yang selama ini dipertanyakan oleh sebagian kalangan Islam.
Melalui buku saku ini diharapkan diskursus tentang RUU Pungkas dalam persepektif Islam berjalan terbuka, dialogis, dan tidak dipenuhi prasangka, karena korban kekerasan seksual yang terus berjatuhan memang amat sangat memerlukan perlindungan hukum yang memanusiakan korban dari negara, ironisnya sampai saat ini belum ada perlindungan, karena belum adanya UU pidana khusus tentang kekerasan seksual yang komprehensif dan berperspektif korban.
Akhir kata, kami ingin menyampaikan apresiasi dan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam diskusi panjang tentang RUU ini dan penulisan vii buku saku ini. Semoga buku ini dapat menjadi pegangan bersama para ulama perempuan, para pengambil kebijakan dan civil society yang sedang berikhtiar menghapuskan kekerasan seksual demi cita-cita agama, bangsa, dan negara Republik Indonesia yang berketuhanan Yang Maha Esa dan berkemanusiaan yang adil dan beradab.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Pondok Gede, 22 Agustus 2020 Badriyah Fayumi Ketua Alimat/Ketua SC KUPI 201