KUPI II
KUPI II

Perlindungan jiwa perempuan dari bahaya akibat perkosaan, akan menjadi salah satu tema krusial yang akan dibahas dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II yang digelar di Semarang dan Jepara, Jawa Tengah, 23-26 November 2022.

Selain itu, ada empat tema krusial lain yang akan dibahas, yakni peran perempuan dalam merawat bangsa dari ekstrimisme; pengelolaan dan pengolahan sampah rumah tangga untuk keberlanjutan lingkungan; perlindungan perempuan dari bahaya pemaksaan perkawinan; perlindungan perempuan dari bahaya tindak pemotongan dan pelukaan genetalia perempuan.

Lima tema krusial itu telah ditelaah berdasarkan pengalaman dan pengetahuan perempuan. Menurut Ketua Panitia Pengarah (SC) KUPI II, Ruhah Masruchah, gelaran KUPI II akan menjadi sarana atau ruang refleksi ulama perempuan, sekaligus konsolidasi pengetahuan ulama perempuan tak hanya Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.

Sekira 1500 orang dari 32 provinsi akan mengikuti Konferensi Intenasional dan KUPI II. Tercatat, ada puluhan ulama perempuan dari 37 negara yang akan ikut serta dalam KUPI II yang kali ini mengambil tema: “Meneguhkan Peran Ulama Perempuan dalam Membangun Peradaban yang Berkeadilan”.

“Lima tahun sejak kita melakukan kongres, jadi lesson learn. Gerakan KUPI juga menjadi rujukan/referensi pengambil kebijakan. Karena KUPI telah melakukan refleksi terhadap berbagai masalah yang dihadapi masyarakat selama ini,” kata Ruhah saat Konferensi Pers daring dan luring, Senin, (21/11/2022).

Insipirasi Ulama Perempuan di Sejumlah Negara

KUPI II digelar oleh Alimat, Perhimpunan Rahima, Fahmina, AMAN Indonesia, dan Gusdurian. Sedangkan mitra utama dalam acara ini adalah Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, dan Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara.

Direktur AMAN Indonesia yang sekaligus Panitia Pelaksana (OC) KUPI II Ruby Kholifah mennyebut KUPI sudah menjadi gerakan yang menawarkan transformasi pemikiran terkait berbagai masalah yang selama ini masih mengesampingkan peran dan posisi perempuan.

Kondisi itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Kini, KUPI telah menginspirasi ulama perempuan di sejumlah negara, sebab mereka menghadapi masalah yang sama dengan Indonesia.

“Dunia sedang bergejolak dengan protes dalam berbagai hal. Salah satu yang menjadi sorotan adalah apa yang terjadi di Iran yang ramai sampai sekarang. Di mana perempuan di Iran bersatu mengritisi rezim yang memaksakan jilbab,” ujarnya.

Pemaksaan pengenaan jilbab seperti yang terjadi di Iran, banyak ditemukan di negara lain sesuai kondisi masing-masing. Bahkan kadang lebih penting dari nyawa perempuan.

KUPI mencoba menyikapi situasi tersebut dengan cara dan metodologi yang berbeda. Perbedaan yang kentara ialah, menempatkan penyelamatan jiwa dan perlindungan bagi yang lemah, adalah hal yang jauh lebih penting ketimbang sesuatu yang simbolik.

KUPI I

Pada penyelenggaraan KUPI I 2017 di Cirebon, Jawa Barat, ada tiga rekomendasi yang dihasilkan. Yaitu, masalah pencegahan pernikahan usia anak, penghapusan kekerasan seksual, serta pencegahan kerusakan alam dalam konteks ketimpangan sosial.

Salah satu dari rekomendasi tersebut telah dijadikan sebagai rujukan untuk meningkatkan usia perkawinan, dari 16 tahun menjadi 19 tahun, yang dituangkan dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Sedangkan fatwa atau pandangan agama tentang penghapusan kekerasan seksual, menjadi salah satu pertimbangan DPR dalam mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang telah disahkan April lalu. Fatwa tersebut berhasil menyakinkan parlemen dalam aspek pandangan keislaman, khususnya partai politik Islam.

Istilah ulama perempuan tidak hanya mengacu kepada perempuan yang bertindak sebagai ulama, tetapi semua ulama yang memiliki perspektif perempuan.

Sumber: kbr.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini