Senin, Mei 20, 2024

KUPI II: Perempuan Subjek Penuh Kehidupan dan Manusia Seutuhnya

Opini

(DITUTUP) PENDAFTARAN KEPESERTAAN KONGRES ULAMA PEREMPUAN INDONESIA (KUPI) KE-2

PENDAFTARAN TELAH DITUTUP PADA 15 OKTOBER 2022 pukul 23.59 WIB Untuk informasi pengumuman akan diumumkan. Terimakasih Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI-2) terdiri dari dua kegiatan utama:...

Ketentuan Peserta Kongres KUPI 2

Ketentuan Peserta untuk mendaftar: Bersepakat dengan Visi dan Misi KUPI. Lihat Visi dan Misi KUPI disini Memiliki hidmah keulamaan, kemanusiaan, kebangsaan dan atau keumatan...

Menjelang Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II pada November yang akan datang, Kongres kedua ini mengusung tema “Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan”.

Sebagai ulama perempuan, KUPI tidak terlepas dari gerakan inisiatif dan keadilan untuk korban kekerasan dan ketidakadilan yang dialami perempuan baik secara struktural ataupun kultural. Korban dari kekerasan dan ketidakadilan disebut sebagai sahabat ulama perempuan, KUPI menyediakan secara khusus kuota untuk peserta dari sahabat ulama perempuan pada Kongres KUPI II di Jepara dan Semarang yang akan datang.

“Kita punya sahabat ulama perempuan yang nantinya juga akan menjadi peserta di Kongres ke II ini, tidak seperti kongres pertama, kami sangat kesulitan mencari orang yang mau dipanggil sebagai “ulama perempuan”, jelas Nur Rofiah dalam Pra Musyawarah keagamaan KUPI II, Rabu (19/10/2022).

Lima tahun sejak pertama kali diadakan KUPI pada tahun 2017, di Pondok Pesantren Kebon Jambu Babakan Ciwaringin Cirebon, sebagai langkah awal untuk menegaskan pentingnya posisi ulama perempuan, sehingga perempuan dapat terlibat langsung, mendengar dan merumuskan hingga melakukan analisis  secara penuh dalam proses pengetahuan keagamaan.

Nur Rofiah menjelaskan kedudukan perempuan baik secara kultural maupun tafsir keagamaan berada pada posisi yang termarginalkan, sebagai subordinat setelah laki-laki.

Situasi ini kemudian melahirkan banyak tafsir keagamaan yang tidak berperspektif perempuan dan sama sekali tidak melibatkan perempuan sebagai manusia yang setara. Termasuk tidak adanya keterlibatan perempuan dalam merespon terkait isu terkini.

“Forum-forum fatwa itu kalau tidak mayoritas laki-laki, semuanya diisi laki-laki”, tegas Rofiah.

KUPI berusaha menyelaraskan ajaran agama agar relevan di masa kini yang berkeadilan terhadap perempuan, termasuk terlibat dalam fatwa keagamaan untuk menjawa isu terkini.

“Perempuan sebagai subjek penuh kehidupan dan manusia seutuhnya”, lanjut Rofiah.

Ia menyampaikan, KUPI hari ini sudah diakui oleh gerakan global sehingga dijadikan acuan untuk mengadvokasi perempuan dalam perspektif islam yang berkeadilan. Hal ini menunjukan satu peluang baru untuk lahirnya program sistematik dalam sistem pengetahuan keislaman.

“Perempuan yang pada awalanya hanya berada pada objek atau sebagai subjek sekunder, kini dapat menjadi aktor utama dalam membentuk satu pengetahuan keislaman berdasarkan pengalaman langsung perempuan”, jelas Rofiah.

Ia melanjutkan, KUPI adalah Ulama Perempuan memiliki arti yang erat kaitannya dengan ulama yang memiliki perspektif perempuan, tidak secara biologis namun secara ideologis. Prinsip yang percaya bahwa keadilan itu harus sampai juga pada perempuan. Berbeda dengan perempuan ulama yang bermakna perempuan dengan kapasitas sebagai ulama.

“istilah ulama perempuan ini bukan secara biologis namun secara ideologis yang memiliki cara pandang bahwa keadilan islam itu harus sampai pada perempuan”, lanjutnya.

Sumber: kabardamai.id

- Advertisement -spot_img

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Terbaru